JELAJAH SUMBA DAN FLORES

 JELAJAH SUMBA DAN FLORES

Selasa,22 desember 2015

Sekitar jam satu tengah malam saya tiba di pelabuhan sukarno-hatta,Makassar.di dekat gerbang pelabuhan, ternyata sudah ada kawan Babel yang telah menunggu, Babel merupakan sejenis mahluk yang diciptakan oleh tuhan dengan rasa humor yang tinggi,serta memiliki kuasa atas kawasan Jalaria sekaligus menjadi anak gagahnya Jalaria, dan berhati merah jambu alias penyayang bede’ ,cocokmi kah Babel ? he… piss Babel. Babel adalah kawan lama yang bertemu di trip sebelumnya tahun lalu di Labuan bajo, Babel datang menyusul kami saat itu yang sudah hampir menyelesaikan jelajah flores dan bertemu di Labuan bajo ketika kami akan sailing trip ke taman nasional Komodo.Babel saaat itu datang bersama kak Aspar Ranca, teman juga di salah satu komunitas di Makassar.

Ditangan Babel masih ada tiga tiket yang pemiliknya juga ternyata belum merapat ke pelabuhan. Kami pun menunggu mereka, karena lama menunggu akhirnya kami putuskan untuk segera naik ke kapal sambil menunggu info dari pemilik tiketnya. Di atas kapal sudah ada teman-teman lainnya, saya bertemu bang Syarif yang juga teman trip jelajah flores tahun lalu, “ yang lain sudah ada di dalam”. katanya. Terlihat sedikit gelisah abang syarif saat itu,tapi saya juga tidak berani bertanya kenapa., maklum baru lagi bertemu, kami bertiga pun menunggu di dek tujuh kapal, sambil menunggu kabar para pemilik tiket. Babel dan Syarif terus mencoba menghubungi lewat telepon, tapi tidak semua mengangkat telponnya, yang memberi kabar cuma Riris yang katanya, posisinya masih tertahan di Jakarta karena ketinggalan pesawat hari itu. Ouhh…barangkali ini yang buat gelisah abang Syarif, wkwkwkw…..kami mencoba memberikan solusi utuk menyusul karena masih ada kapal yang akan ke Maumere besok siang. Riris adalah kenalan yang juga bertemunya di tripjelajah flores tahun lalu, tapi Riris saat itu trip dengan rombongan lain, kami bertemu di penginapan yang sama dengan kami. Akhirnya kabar dari dua pemilik tiket lainnya juga sudah ada, mereka langsung dijemput Babel di gerbang pelabuhan, karena penumpang tidak bisa masuk jika tak punya tiket. Tidak lama kemudian, mereka bertiga datang, kami pun menuju ke ruang kabin tempat teman-teman yang lain berkumpul, karena di pintu masuk ada yang jaga, kami pun masuk satu persatu, supaya tidak terlihat penjaga. Satu persatu kami masuk dan bertemu dengan teman-teman yang lainnya.

Sekitar jam setengah empat dini hari,kapal KM.Lambelu berangkat meninggalkan pelabuhan Makassar menuju Maumere, karena beberapa diantara kami baru bertemu,maka di adakan perkenalan,masing-masing memperkenalkan nama,asal dan pekerjaan.Suasana saat perkenalan seolah kami semua sudah pernah bertemu, tidak canggung dan santai, mungkin karena kami semua saat itu bukan orang baru dalam melakukan perjalanan dan sudah terbiasa dengan suasana seperti itu.Jumlah kami semua yang ikut trip di kapal saat itu lumayan banyak, diantaranya Kak Afdal yang juga teman trip jelajah Flores tahun lalu, yang juga kami anggap dituakan (memang karena paling tua barangkali diantara kami, he…..) dalam trip kali ini, tapi kak Afdal selalu berpesan dan mengingatkan bahwa tidak ada leader dalam perjalanan ini dan lebih dia tegaskan lagi kalau dia bukan agen perjalanan , setiap persoalan dan pengambilan keputusan harus dibicarakan. Selain itu ada Kak Lastri, seorang guru kalau tidak salah ingat yah, yang pastinya dia berdarah Toraja-Enrekang. Khadijah atau biasa di panggil kak DJ, juga seorang pengajar berasal dari Enrekang, Kak Isma atau akrab di panggil Mama oleh anak-anaknya selama tripadalah seorang pengajar berasal dari pangkep. Kak Erni seorang aktivis lembaga sosial di Bantaeng.Sahidin atau Sahid, yang selama ini hanya sering melihatnya mondar-madir di dunia maya lewat salah satu grup jalan-jalan di dunia maya. Ipul latif, mahasiswa teknik pertambangan Umi yang sebentar lagi akan melakukan kerja praktek (KP) di kalimantan katanya, asal dari Pangkep. Fotografer perjalanan kami yang juga mahasiswa Unhas  jurusan psikologi asal kabupaten wajo, yang juga siswa akselerasi waktu SMA adalah Ichwan, yang belakangan sering dipanggil Ciwang oleh teman-teman. Andy atau lebih akrab di panggil Caprof seoarang mahasiswa Unhas juga, kalau yang ini jam terbang jalan-jalannya juga sepertinya banyak, aktif di beberapa komunitas di Makassar. Sudibyo atau mas Dibyo, pria berewok asal yogyakarta bekerja di salah satu lembaga sosial di Bantaeng, selanjutnya adalah Ade barto seorang karyawan di salah satu spot wisata andalan di indonesia, dia bekerja di salah satu ecoresort di Raja ampat, Papua Barat, asal dari Tana Toraja.Yang terakhir adalah Jen, juga berasal dari toraja, tapi di perjalanan ini hanya sampai di Ende karena jadwal liburnya yang terbatas.

Di perjalanan kami dengan KM.Lambelu seolah kami adalah tamu VIP dengan biaya tiket ekonomi, Kami mendapatkan kamar yang di berikan oleh salah satu mualim kapal. Setelah sebelumnya beberapa teman-teman berhasil menembus barikade penjagaan  ruang berkabin yang tidak terlalu ketat penjagaannya.sekalipun tindakan itu barangkali salah, tapi demi kenyamanan berlayar, sekali-kali tidak papalah, he……

Kami tiba di maumere malam hari,kami langsung turun kapal dan berjalan kaki menuju jalan poros ke arah Ende,di perjalanan kami banyak sopir dan calo yang menawarkan untuk mengantar, tapi kami menolak karena konsep perjalanan kami mencari tumpangan gratuit alias gratis.Setelah menunggu lama,kami mandapatkan tumpangan sebuah truk yang juga akan menuju searah dengan kami, kami pun naik semua dan pak sopir pun tancap gas, tapi tiba-tiba sopir truk tadi ingin kembali ke pelabuhan.katanya, ada keluarganya menelpon dan akan di jemput di sana,padahal perjalanan kami sudah agak jauh,kami pun turun di sebuah pertigaan jalan,di sana kami menunggu tumpangan lagi, sampai datanglah beberapa warga dan mengajak kami untuk beristirahat di sebuah pustu posyandu dekat tempat kami menunggu mobil, namanya pak Rinto, rumahnya juga kami jadikan sebagai tempat memasak air panas.akhirnya kami memutuskan untuk istirahat dan melanjutkan perjalanan esok harinya.

Rabu,23 desember 2016.

Pagi hari kami bangun dan membereskan barang lalu berkemas,tidak lama kemudian kami mendapatkan tumpangan pick up sepertinya milik kenalan bapak Rinto, dengan bantuan beliau kami dipersilahkan naik tapi tujuannya tidak jauh,kami tetap naik dan tak lupa pamit ke pak Rinto dan keluarganya. Dari pick up tadi, kami menyambung perjalanan dengan mobil  truk bekas pengangkut aspal, di truk inilah oleh-oleh pertama saya, carrier saya dinodai eh… terkena aspal. Tapi itu kenangan yang dijamin melekat abadi,he……

mobil aspal yang kami tumpangi juga hanya sampai sekitar 12 km karena masih akan memuat sesuatu.Dalam perjalanan, sesekali mendapati rumah dengan suara musik dengan sound yang menggelegar sampai di jalan,seolah menyambut kami dan mengatakan “selamat datang di Flores” . yah…dentuman musik keras merupakan ciri khas masyarakat di tanah Flores, bahkan menurut cerita orang-orang sana, kalau mau naik oto (angkutan umum) mereka juga pilih-pilih, mereka memilih oto yang paling besar suara musiknya.

Tidak lama kemudian, tibalah kami di tempat yang di maksud sopir truk tadi,kami pun semua turun dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki,kami beristirahat di dekat sebuah jembatan, kami pun bersepakat untuk membagi tiga tim supaya lebih mudah mendapatkan kendaraannya.Saya masuk dalam tim ketiga,sekaligus tim terakhir yang akan meninggalkan tempat tersebut. Tidak lama menunggu, tim satu dan dua mendapatkan kendaraan tumpangan. Kemudian kami juga mendapatkan tumpangan truk tapi hanya sampai di kecamatan sebelah karena truk yang kami tumpangi akan singgah mengangkut pasir. Kami pun tiba di sebuah jembatan tempat mobil tersebut akan berbelok untuk mengambil pasir, kami turun dan kembali menunggu tumpangan lagi, sambil menunggu tumpangan kami banyak bercerita dengan penduduk sekitar yang datang mendekati kami dan bertanya asal dan arah yang hendak kami tuju,mereka juga sedikit tidak percaya ketika kami bercerita tentang bagaimana cara kami tiba di situ dan bagaimana cara kami berkendara menuju ke tempat tujuan. Tidak lama kemudian ada sebuah pick up yang mengangkut sebuah sepeda motor, kami pun menahannya dan menyampaikan maksud kami untuk menumpang secara gratis,dengan sangat sopan, ibu dan bapak yang sepertinya pasangan suami-istri itu mempersilahkan kami untuk naik, kami pun pamit dengan warga sekitar yang tadi kami ajak ngobrol, sepertinya mereka mulai percaya dengan cerita kami tadi perihal cara kami melakukan perjalanan.

Perjalanan ke Ende kami tempuh selama empat jam,normalnya sebenarnya hanya tiga jam dari tempat kami naik tadi karena di perjalanan sebelum masuk kota Ende ada penutupan jalan sementara karena pekerjaan pelebaran jalan. Kami tiba di kota Ende sekitar jam satu siang dan langsung menuju ke sebuah mesjid tempat kami dan semua tim akan berkumpul kembali.oh iya, sebelum tiba di kota Ende kami bertemu dengan dua tim lain yang lebih dahulu berangkat tadi pagi, karena masih muat dan pemilik mobil juga tidak keberatan kami pun mengangkut tim dua. Tim dua memang selalu beruntung, tadi pagi juga mendapatkan tumpangan yang di dapatkan oleh tim satu,he…..

Tidak lama setelah kami tiba di mesjid,tim satu yang juga tim terakhir yang belum tiba akhirnya sampai juga di  mesjid. Karena kami sudah sepakat tadi, bahwa tim yang duluan tiba akan langsung pergi mencari informasi mengenai penyeberangan ke Sumba. Saya, Syarif dan Babel akhirnya berangkat menuju pelabuhan dengan berjalan kaki, jarak dari mesjid kurang lebih 4 KM, kami tidak banyak mendapatkan info penyeberangan di pelabuhan, ada kejadian yang tak akan kami lupakan ketika kami ke kantor Adpel Ende, setelah kami melewati gerbang kantor, terlihat beberapa petugas yang sedang bercerita di teras kantor, kami langsung menuju ke sana, Babel yang belum dipersilahkan duduk ataupun ucap salam tiba-tiba langsung mengambil kursi dan duduk di kursi kosong yang ditinggal salah satu petugas saat kedatangan kami, salah seorang petugas yang memang tampang sangar langsung marah kepada kami, mungkin dianggap kami kurang ajar karena langsung ambil kursi dan duduk tanpa dipersilahkan sebelumnya, he…. tapi kami langsung minta maaf dan menjelaskan maksud kedatangan kami yang akan menanyakan info penyeberangan kapal, kami juga sempat menyebutkan asal kami dari Makassar,perlahan suasana yang sempat tegang tadi mulai cair. Petugas Adpel di sana menyarankan ke kantor Pelni untuk memperjelas waktu penyeberangan.Takut dianggap kurang sopan lagi, kami pun pamit dan berterima kasih atas informasinya dan sekali lagi meminta maaf atas kejadian tadi, sepanjang jalan menuju kantor Pelni kami tidak  berhenti mengingat kejadian yang kami anggap lucu tadi. Kami ke Kantor Pelni menumpang mobil penjual barang eceran keliling, dia bersedia mengantar kami ke kantor Pelni. setelah mendapatkan informasi kapal penyeberangan yang akan ke Sumba,Kapal yang akan menyeberang ke sumba adalah KM.Wilis milik Pelni, kapal akan berangkat jam sebelas malam hari itu juga.

Kami pun memberi kabar kepada teman-teman yang ada di Mesjid, Karena masih ada waktu sebelum kapal berangkat, beberapa teman menuju ke danau kelimutu dengan menyewa sebuah angkutan umum.Waktu tempuh pejalanan ke Danau Kelimutu dari Kota Ende kurang lebih satu jam.Saya bertiga juga tidak langsung kembali ke mesjid, kami masih berkeliling ke kilometer nol kota Ende, Rumah pengasingan Soekarno, Taman renungan Soekarno,minum es buah rumput laut di depan taman renungan dan jalan ke pasar untuk membeli kain. Karena hari sudah sore, kami kembali ke Mesjid tempat kami berkumpul dan bersiap-siap untuk ke pelabuhan penyeberangan. Sore harinya, Rita dan Riris akhirnya tiba juga di mesjid di Ende, setelah Riris yang ketinggalan Pesawat dan Rita juga yang katanya salah jadwal keberangkatan kapal hari itu tiba semua di Ende. Hari itu juga kami semua berpisah dengan Jen, yang akan kembali ke Makassar esok harinya.

Kami meninggalkan mesjid di  jl.A.yani (depan dinas perhubungan kota Ende) sekitar jam sebelas malam,pada tiket yang kami beli di kantor Pelni,  jadwal kapal tertulis jam satu malam tapi mendapat arahan dari petugas pelni kalau kapal KM. Wilis ini cepat datangnya maka kami pun bergegas ke sana karena takut ketinggalan kapal. Waktu tempuh dari mesjid ke pelabuhan Ippi hanya sepuluh menit dengan carteran kendaraan milik warga Ende yang kebetulan juga orang suku bugis- makassar. Setiba di pelabuhan Ippi sudah banyak penumpang lain dan kendaraan yang parkir di sana.tapi, kapal KM.Wilis ternyata belum bersandar ,karena kelamaan menunggu,kami pun menggelar tikar dan tidur di ruang tunggu pelabuhan.

Kamis,24 desember 2015.

Kapal KM.Wilis baru tiba sekitar jam setengah empat subuh,kami pun bangun dan naik mencari tempat, kapal baru meninggalkan pelabuhan Ippi nanti pada pukul stengah enam pagi. Setelah semua mendapat tempat di atas kapal termasuk saya,kami pun melakukan aktivitas masing-masing, saya juga langsung tertidur, menyambung sisa tidur dari ruang tunggu tadi.Saya bangun setelah ada pengumuman untuk mengambil jatah makan pagi,saya pun sarapan,setelah sarapan,karena masih ngantuk saya melanjutkan tidur lagi,nanti ada panggilan makan siang lagi baru bangun,setelah mengambil jatah makan siang ,saya pun makan,karena “penyakit” kantuk datang lagi setelah makan,saya pun menyibukkan diri dengan berkeliling kapal sambil mencari kopi.Akhirnya saya tiba di kantin dek dua, saat itu ada beberapa orang termasuk seorang ABK kapal dan seorang petugas Polairud Kupang yang sedang pulang kampung ke Sumba untuk merayakan hari raya. Saya pun merasa nyaman,kantuk pun hilang di tempat itu, perlahan-lahan bergabung dalam perbincangan mereka tentang pekerjaan masing-masing, apalagi di ruang itu bebas rokok, bebas merokok maksudnya he…. . tak lama kantin yang dari tadi tutup akhirnya terbuka juga,saya pun pesan kopi hitam agar ada “kawan” dari rokok saya.Tersisalah saya dan petugas dari polairud itu berbincang,dia menanyakan asal dan tujuan, sebuah pertanyaan “langganan” di kapal untuk memulai sebuah pembicaraan,saya pun menjawab dengan jawaban “langganan”.mulai dari rencana perjalanan sampai cerita kasus MKD pun yang lagi hangat-hangatnya tak luput dari perbincangan kami, saya juga sempat membukaan peta yang saya bawa ,dia merekomendasikan beberapa tempat wisata dan komunitas yang bisa di googling untuk menambah referensi perjalanan kami. Menurut info dari ABK kalau perjalanan ini di tempuh selama tujuh sampai delapan jam perjalanan,kemungkinan akan tiba di Waingapu sekitar jam empat sore.

Kurang lebih jam empat sore, kami tiba dan di jemput oleh kawan sekantor kak Afdal yang telah di hubungi sebelumnya, kami di jemput dengan mobil pick up, sebuah kebanggaan buat kami di sambut oleh salah satu jenis mobil andalan kami selama perjalanan. Kami langsung menuju kantor perwakilan BaKTI di Waingapu. Rumah yang terletak di dekat kompleks militer dan Kampung arab, juga dekat dengan salah satu spot wifi id corner.

Oh..iya, ternyata kantor BaKTI juga full WIFI, jadi berbahagialah kami yang fakir WIFI,he….. . sampai-sampai saya dan Babel pun bercanda kalau biar kami saja yang menjaga rumah , tidak usah ikut trip selama di Waingapu, he…….

Jumat,25 desember 2016

Seperti di tempat lain, masyarakat kristen di Waingapu juga merayakan natal, tampak berbagai macam penyambutan disiapkan, menyambut hari kelahiran Isa Almasih.

Rute pertama hari ini saya dan teman-teman mengunjungi kampung adat rende (rindi),  sebuah area megalithik kompleks pekuburan bangsawan sumba,di tempat itu juga di makamkan  bupati pertama sumba bapak Umbu mehang kumba yang namanya juga di abadikan menjadi nama Bandara di Waingapu. Selain makam juga terdapat beberapa rumah adat sumba, sayang seribu sayang yah…,  tempat ini kurang terawat dan kotor. Menurutku sangat tidak layak dijadikan tempat wisata, selain itu tidak tampak sama sekali fasilitas seperti parkiran, rambu-rambu, toilet dan fisilitas lainnya.Selain itu warga yang kami temui juga tidak banyak tau tentang kampung, sejarah tempat tersebut, jadi kami tidak banyak mendapat informasi mengenai sejarah dan budaya setempat, kami hanya lebih banyak berkeliling dan berfoto, waktu tempuh perjalanan ke kampung rende dari kota waingapu sekitar dua jam dengan jalan aspal mulus.

Tempat selanjutnya yang kami akan kami kunjungi saat itu adalah pantai Walakiri, namun sepertinya driver yang membawa kami kurang menguasai medan, ini terlihat dari beberapa kali sempat ragu untuk belok dan bertanya arah kepada warga dan jadilah kami masuk di pantai yang salah, tapi tempat yang kami kunjungi ini tidak terlalu mengecewakan, selain pantai yang bagus dan suara gemuruh ombak  menjadi pengantar tidur saya di balai-balai besar seperti aula pertemuan yang dibuat seperti rumah adat sumba, kata warga di sana ini adalah villa milik sutradara Mira Lesmana yang juga dijadikan salah satu spot syuting film pendekar tongkat emas.

Setelah dari sana kami bermaksud mengunjungi pantai walakiri tapi, lagi-lagi driver yang mengantar kami sepertinya kurang tau lokasinya, jadilah kami salah masuk lokasi untuk kedua kalinya, tapi dari tempat kami masuk sudah terlihat pantai Walakiri, kami pun berjalan kaki menuju ke sana. Namun hujan deras turun, akhirnya kami kembali ke mobil, beberapa teman tampak basah kuyup, untunglah saya yang masih sempat berteduh dan memakai jas hujan yang memang selalu stand by di dalam dry bag saya. Kami menuju pantai Walakiri dengan mobil dan tidak jadi berjalan kaki. Pantai walakiri adalah pantai yg terkenal di Waingapu dengan spot foto di deretan pohon bakaunya.

Maksud hati bermain sambil menunggu matahari sunset  terbenam di pantai Walakiri  tetapi karena mendung akhirnya kami meninggalkan pantai , kami pun bergeser ke Bukit persaudaraan, sebuah bukit yang terletak di pinggir kota Waingapu,di luar dugaan kami ternyata di bukit itu tampak  sunset dan mengobati sedikit kekecewaan di pantai Walakiri, di tempat ini banyak pengunjung kalau sore hari, karena selain bisa melihat kota Waingapu dari ketinggian dan matahari terbenam, juga bisa melihat kuda peliharaan warga yang banyak di atas bukit, sebuah pemandangan langka bagi kami yang dari tanah sulawesi, tampak beberapa teman yang memanfaatkan momen berfoto dengan kuda, maklum dari kemarin-kemarin hanya mencari kuda untuk berfoto, katanya tidak sah kalau tidak berfoto dengan kuda di Sumba, he……

Karena sudah mulai gelap, kami pun bergerak pulang kembali ke rumah tempat kami menginap dengan hati puas pas. Oh iya, kami hari itu berkeliling dengan dua mobil,satu mobil adalah milik salah satu provider telekomunikasi yang tak perlu saya sebutkan mereknya, sebut saja si merah, he….., seolah perjalanan kami hari itu di sponsori oleh si merah, mobil satunya lagi adalah pick-up  yang selalu jadi andalan perjalanan.

Sabtu,26 desember 2015

Hari itu Kami masih di Waingapu, tujuan pertama kami hari itu adalah bukit Umbu raja tidur. Umbu merupakan panggilan buat laki-laki di Sumba. Kami pun berkemas di pagi hari dan berangkat menuju bukit  dengan mobil yang sama dengan kami tumpangi kemarin, tapi hari itu kami cuma menggunakan satu mobil pick up, dan jadilah kami bertumpuk di belakang dan satu lagi, hari itu tidak ada lagi mobil si merah yang jadi sponsor,he….

setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam kami pun tiba,letaknya di sebelah kanan jalan poros Waingapu-Waikabubak, terletak di deretan pegunungan setelah melewati markas brimob dan batas kota. Terlihat memang seperti raksasan yang lagi berbaring menghadap langit, tampak kepala, hidung, dagu dan badan Umbu raja lagi tidur.

Destinasi kedua hari itu adalah bukit Wairinding, tapi sepertinya sopir yang mengantar kami juga tidak tau lokasi pastinya,memang agak susah membedakan bukitnya karena semuanya mirip dan terhampar deretan pegunungan hijau luas.

Setelah lama berkeliling, kami pun pulang pada siang hari karena mau melanjutkan perjalanan ke Waikelo,dalam perjalanan ke rumah kami sempat mampir di tempat penenun kain tenun ikat sumba, menurut informasi dari penenun di sana, banyak artis dan pejabat  yang memesan kain sumba di sini, kami pun baru tahu kalau harga kain sumba yang begitu mahal karena proses pembuatannya memang yang rumit bahkan ada yang sampai dua tahun dikerjakan,di tempat itu juga menjual kain dan cinderamata kalung, gelang dan patung kayu dan ukiran batu khas sumba.

Dalam perjalanan ke rumah juga, kami meminta bantuan driver untuk mencarikan mobil ke Waikelo, di tengah jalan kami berpapasan dengan sebuah bus, driver dan beberapa teman termasuk saya turun dan berbicara dengan sopir bus tadi, karena tidak ada kesepakatan harga, kami meninggalkan bus tadi dan langsung ke rumah. Setelah tiba di rumah beberapa teman-teman masih mengurus untuk mencari kendaraan yang akan kami tumpangi ke Waikelo di bantu sopir yang mengantar kami dan pemilik rumah yang kami tumpangi selama di waikelo. Akhirnya, kami dapat kabar, kalau sudah ada mobil yang akan ditumpangi ke Waikelo. Tidak lama kemudian, mobil yang dimaksud datang ke rumah dan ternyata mobil yang datang adalah mobil yang sama yang kita tawar waktu di jalan tadi. Maka jadilah kami tertawa….ha….

Sekitar jam empat sore kami bergerak ke Waikelo dengan mobil bus angkutan umum, kondisi mobil tampak tua tapi ternyata mesin masih bagus, perjalanan kami ke Waikelo melewati tiga kabupaten yakni Kabupaten Sumba timur (waingapu), kabupaten Sumba tengah dan kabupaten Sumba barat (Waikabubak), sedangkan Waikelo sendiri berada di kabupaten Sumba barat daya beribukota waitabulak. Di perjalanan,secara kebetulan salah seorang teman melihat deretan bukit yang mirip dengan bukit Wairinding, kami pun menghentikan bus dan ternyata betul,di situlah letak bukit wairinding,untuk memastikannya, bertanya ke seorang warga dan mengiyakan kalau bukit itu adalah  warinding dan merupakan tempat syuting artis.

Selain bukit warinding,kami juga menyempatkan mampir di kampung tarung,sebuah kampung adat di tengah kota Waikabubak, Sumba barat. Masyarakat Kampung Tarung menganut paham atau agama Marapu, sebuah kepercayaan nenek moyang mereka yang turun temurun, sejak dulu hingga sekarang mereka selalu memperjuangkan dan mengusulkan ke pemerintah agar agama Marapu diakui di Indonesia, tapi sampai sekarang belum disetujui. Karena kami tiba menjelang magrib,jadi kami tidak bisa bercerita banyak dengan warga dan  berlama-lama disana.

Tidak terasa perjalanan telah ditempuh selama kurang lebih lima jam, normalnya perjalanan katanya hanya memakan waktu selama tiga jam, karena kami yang banyak singgah jadi agak lama. Kami pun tiba di kota waitabulak dan mampir makan malam di warung padang, setelah makan kami melanjutkan perjalanan ke waikelo,sebuah kampung pesisir yang mayoritas muslim,kami berhenti tepat di depan mesjid, yah mesjid Sayid Sulaiman, mesjid yang akan selalu kami kenang. kami memilih di kampung ini karena letaknya dekat dengan dermaga pelabuhan ferry penyeberangan ke pelabuhan Sape,kabupaten Bima. Setelah mengecek info penyeberangan kapal, kapal ferry baru tiba tiga hari ke depan, itupun belum pasti karena gelombang yang tinggi.

Minggu,27 desember 2015

Tujuan pertama hari itu adalah kampung adat Ratenggaro,dengan mobil pick upcarteran kami berangkat,perjalan kurang lebih dua jam,dengan jalur sebagian jalan aspal mulus,sebagian lagi pengerasan batu dan tanah. Kampung ratenggaro terletak di pinggir pantai. Setelah di kampung ratenggaro,kami menuju danau weekuri,sebuah danau air asin yang terletak di pinggir pantai. Setelah mengunjungi danau weekuri,melanjutkan perjalanan ke pantai Mandorak,pantai yang terkenal karena salah satu stasiun tv pernah ke sana,pantai mandorak tidak jauh dari danau weekuri,pantai mandorak di kelola oleh orang prancis. Setelah puas berkeliling seharian,kami pun pulang kembali ke mesjid Waikelo.

Senin,28 desember 2015

 Kami memanfaatkan satu hari full untuk istirahat dan memastikan jadwal kapal penyeberangan ke Sape,kabupaten bima. Malam hari kami mendapat undangan makan malam di rumah pak Imam mesjid,bagi saya sekaligus  menjadi makan terenak selama trip kali ini,karena di sungguhkan dengan sambal khas Waikelo.

Selasa,29 Desember 2015

Pagi hari kami bergegas menuju dermaga,dermaga yang sehari sebelumnya kami kunjungi begitu sepi,tiba- tiba ramai begitu ada kepastian bahwa kapal dari Sape sementara perjalanan dan akan segera bersandar di Waikelo,berdasarkan info dari petugas ASDP dan warga yang sering bolak-balik menggunakan penyeberangan di situ, jadwal kapal ferry sebenarnya tiap hari jika kedua kapal ferry siap berlayar karena saling mem-back up satu sama lain, tapi jika salah satu kapal tidak jalan, maka penyeberangan hanya tiga kali seminggu, yakni selasa,kamis dan sabtu.

Setelah lama menunggu akhirnya ferry pertama KMP.Cakalang bersandar, dimulailah aktivitas bongkar muat barang, tidak lama kemudian ferry kedua juga bersandar,tetapi karena kapasitas dermaga hanya untuk satu kapal, maka KMP.Cucut  harus antri menunggu giliran.

Setelah dari tadi saya dan Syarif ikut antri untuk mendapatkan tiket, akhirnya kami semua naik setelah sebelumnya menumpang berteduh di pos penjagaan pospol dekat gerbang karena hujan deras. Sekitar jam satu siang kapal KMP.Cakalang pun angkat jangkar dan berlayar menuju pelabuhan sape-bima. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih tujuh jam, kapal berlabuh di sape,di sinilah saya dan teman-teman berpisah, mereka melanjutkan trip ke Sumbawa saya langsung ke Labuan bajo.

Setelah acara pamit-pamitan di atas kapal kami pun berpisah di gerbang pelabuhan. KMP. Cakalang melanjutkan perjalanan ke Labuan bajo sekitar jam sebelas malam dan menempuh perjalanan kurang lebih tujuh jam, kapal tiba di pelabuhan ferry labuan bajo sekitar jam lima pagi. Setelah turun dari kapal saya langsung menuju penginapan dan berisrirahat di sana karena lelah menempuh jalur laut selama kurang lebih empat belas jam dari sumba-sape-labuan bajo.

Rabu,30 desember 2015

 Hari itu saya manfaatkan penuh untuk istirahat sambil menunggu dua orang teman yang akan datang dari makassar,mereka berangkat hari itu juga dari makassar naik kapal Pelni KM. Tilong kabila dan akan tiba nanti esok harinya . Hari itu saya lebih banyak di dalam kamar sambil dengar musik dan me- reviewcatatan perjalanan dan estimasi pengeluaran selama perjalanan dari Makassar sampai Labuan bajo. Sore hari saya jalan-jalan ke pelabuhan sambil mencari info harga kapal penyeberangan ke pulau komodo,malam hari kembali ke kamar dan istirahat.

Kamis,31 desember 2015

Saya terbangun dari tidur agak kesiangan,setelah mengumpulkan nyawa saya ,saya keluar kamar dan ternyata masih ada jatah sarapan saya yang sementara disiapkan pemilik penginapan, saya menginap di penginapan Mutiara yang berjarak sekitar 500 meter dari gerbang pelabuhan, biaya permalam  100 ribu dan masih bisa nego harga.

Setelah sarapan kesiangan, saya ke pelabuhan bermaksud menjemput dua orang teman yang akan datang dari Makassar. Kapal KM.Tilong kabila seharusnya tiba di pelabuhan Labuan bajo sekitar jam tujuh pagi, tapi karena terlambat berangkat dari makassar jadi tibanya juga jam dua belas siang, saya menjemput dan menunggu teman di ruang tunggu pelabuhan, tidak lama mereka sudah turun dan kami bertemu,kami langsung menuju kos seorang kawan yang telah di kabari sebelumnya,namanya Indra, karyawan yang bekerja di salah satu maskapai penerbangan di Labuan bajo, Indra berasal dari Toraja, sudah lebih dari dua tahun bertugas di Bandara Labuan bajo, setelah sebelumnya di kantor pusat Kupang. Saya pun mengambil tas yang dimalam sebelumnya sudah dipacking lalu check out dari penginapan lalu menuju kos Indra yang terletak sekitar lima kilometer dari penginapan.

Setelah makan siang dan mendapatkan kendaraan motor untuk kami kendarai, kami langsung menuju Waerebo dengan membawa pakaian dan peralatan seperlunya, kami menyewa dua motor. Perjalanan ke waerebo kami tempuh selama kurang lebih enam jam, kami tiba di Denge, kampung terakhir sebelum naik ke Waerebo sekitar jam tujuh malam, kami istirahat sejenak dan makan malam di rumah Ovan yang juga menjadi juga menjadi guide kami. Ovan adalah salah satu pemuda kampung Denge, dia masih bersekolah kelas dua SMA, karena waktu libur, makanya dia pulang ke kampungnya, sekolahnya terletak di kecamatan yang jaraknya sekitar satu jam dari kampungnya, selama tidak libur sekolah, Ovan tinggal di rumah kerabatnya di Kecamatan. Ovan saya kenal pada saat trip tahun lalu di Waerebo, kami bertemu di atas otokol yang kami tumpangi saat itu, saat itu Ovan juga mau pulang ke kampungnya, kami ngobrol banyak dan saat itu dia menawarkan rumahnya sebagai tempat menginap. Setelah makan malam dan terasa cukup istirahatnya, Sekitar jam delapan malam  kami mulai perjalanan, selain Ovan kami juga di temani bapak tua Ovan, sebutan paman ovan. Kali ini saya merasakan sensasi lain, kami melakukan perjalanan ke Waerebo pada malam hari, awalnya orang tua dan paman Ovan menyarankan pada kami agar besok pagi saja berangkatnya, tapi karena memang kami sudah niatkan untuk bermalam di Waerebo, jadilah kami sedikit memaksa untuk di antar ke atas malam itu juga.

Perjalanan kami mulai malam itu setelah sebelumnya kami makan malam, kami mengendarai motor sampai ujung jalan yang telah di aspal, jarak kampung Waerebo dari kampung denge kurang lebih sembilan kilometer, sebagian jalan sudah di aspal sebagian lagi masih pengerasan dengan berbatu, tapi jalan yang dibuat hanya sampai di sungai terakhir, sungai ini juga nantinya akan dibangun tempat parkir kendaraan sekaligus merupakan pintu gerbang dan tempat registrasi masuk ke kapung Waerebo. Jadi, untuk sampai ke kampung Waerebo tetap harus di tempuh dengan berjalan kaki selama kurang lebih dua jam, tak jarang ada juga yang menempuhnya hanya satu jam.

perjalanan kami malam itu sebenarnya termasuk nekat, karena menurut info yang saya dapat dari internet bahwa pengunjung sangat dilarang untuk masuk ke kampung waerebo pada malam hari karena hutan yang dilalui merupakan hutan adat yang masih sangat disakralkan oleh warga setempat, dikhawatirkan juga pengunjung akan tersesat jika melakukan perjalanan pada malam hari.

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih dua setengah jam kami akhirnya tiba di pos kampung Waerebo,  kami tiba  di waerebo sekitar jam 11 malam. Setelah membunyikan lonceng tanda bahwa ada tamu yang datang, kami langsung menuju rumah gendang, merupakan rumah untuk menyambut tamu yang berkunjung ke Waerebo. Kami pikir kalau semua telah beristirahat, termyata masih banyak pengunjung yang lagi berkumpul di tengah kampung, bercengkerama dan saling bercerita, sesekali terlepas tawanya.

Setelah acara penyambutan kami di arahkan ke rumah tamu untuk minum kopi dan makan malam, tampak beberapa pengunjung yang sudah terkapar tidur, beberapa juga masih duduk- duduk di atas tempat tidurnya yang telah disediakan. Setelah makan malam kami dipersilahkan untuk kembali ke rumah gendang untuk beristirahat.

Malam itu, kami terlihat menjadi tamu yang istimewa di mata beberapa pengunjung lainnya, kenapa? Selain karena kami tiba saat tengah malam, juga karena tempat kami akan beristirahat ialah di rumah gendang, hal ini juga tentunya menjadi keinginan beberapa tamu yang sempat kami temui malam itu, mereka sempat bertanya perihal tempat yang akan kami tempati untuk istirahat, lalu kami pun menjawab kalau kami dipersilahkan untuk istirahat di rumah gendang. Kami pun istirahat setelah melewati malam tahun baru di Waerebo,tapi sayang ada yang membunyikan kembang api malam itu.

Jumat,1 januari 2016

Selamat pagi waerebo,kami pun bangun dan mengambil gambar sekitaran kampung waerebo,tidak lama kemudian ada panggilan untuk sarapan di rumah tamu,sarapan pagi pertama di tahun 2016 dengan menu nasi goreng beras jagung dan telur dadar.setelah sarapan ramai-ramai dengan pengunjung lain,kami kembali keluar dan melanjutkan foto-foto.

Karena takut hujan di jalan kami memutuskan untuk turun kembali ke kampung,seharusnya masih ada jatah makan siang kami,tapi terlalu lama jika harus menunggu siang hari baru turun.

Perjalanan turun dari  waerebo kami tempuh kurang lebih 3 jam,kami langsung menuju rumah ovan dan makan siang,setelah makan siang kami melanjutkan perjalan ke labuan bajo,karena kami mendapat informasi jalur terdekat menuju labuan bajo dari denge lewat lembor,maka kami pun lewat sana,ternyata betul perjalanan pulang hanya kami tempuh selama kurang lebih 4 jam, dengan rute lewat pantai barat.

Kami tiba di labuan bajo menjelang magrib,kami langsung menuju rumah kos indra,kawan yang memberi kami tumpangan nginap.malam hari kami beristirahat.

Sabtu,2 januari 2016

Kami tidak banyak beraktivitas,kami hanya ke pelabuhan untuk mencari info kapal ke komodo,kami juga mencari tiket pulang ke makassar, ternyata kami kehabisan,yang ada hanya tiket tanggal 5.setelah berkeliling puas kami kembali ke kamar dan beristirahat.

Minggu,3 januari 2016

kami lebih banyak tinggal di kamar,sore hari saya keluar menjemput seorang teman yang juga pecahan grup jelajah sumba(wa) yang baru tiba dari penerbangan denpasar,saya bertemu di daerah pantai ujung,dan langsung menemaninya ke penginapan,setelah mengurus penginapan kami langsung ke pelabuhan untuk menjemput grup sumba(wa) lainnya yang baru tiba dari sape-bima,ternyata mereka sudah tiba,kami langsung mengarahkan ke penginapan yang sudah di urus sebelumnya.

Senin,4 januari 2016

Kami menuju ke dermaga ikan labuan bajo,bersiap untuk tur taman nasional komodo,tempat pertama yang kami kunjungi adalah pulau rinca,lalu lanjut ke pulau padar,dan terakhir hari itu kami singgah di pantai merah.

Selasa,5 januari 2016

Hari kedua tur taman nasional,kami mengunjungi pulau gili laba darat dan pulau kelor lalu langsung menuju ke labuan bajo.kami tiba di labuan bajo sekitar jam tiga sore,karena kapal yang akan kami tumpangi (km.binaiya) ke makassar juga sudah sandar,kami langsung ke ruang tunggu pelabuhan,sebagian teman-teman masih manfaatkan waktu tunggu untuk beli oleh-oleh.sekitar jam lima sore kami semua naik kapal dan menunggu pemberangkatan kapal.kami tiba di pelabuhan makassar esok harinya.

Rabu,6 januari 2016

 Kapal km.binaiya tiba di pelabuhan sukarno-hatta sekitar jam 12 siang,tanpa komando kami semua turun dan masing-masing pulang ke rumah.

Estimasi pengeluaran biaya selama perjalanan :

tiket kapal KM.Lambelu (Makassar- Maumere)                                       Rp. 205.000

belanja Logistik di kapal                                                                                  Rp.   24.000

belanja logistik di Ende                                                                                    Rp.   25.000

makan di Ende (2 kali)                                                                                      Rp.   26.000

minum es buah rumput laut di ende                                                           Rp.     7.000

tiket kapal KM.Wilis (Ende- Waingapu)                                                    Rp.   74.000

makan nasi kuning di Waingapu (2 kali)                                                  Rp.   40.000

share cost sewa mobil tur waingapu                                                            Rp. 120.000

sewa mobil waingapu – Sumba barat daya                                              Rp.   75.000

beli kain di kampung tarung                                                                       Rp. 150.000

makan padang + logistik di Waikelo                                                        Rp.   53.000

share cost sewa mobil tur Waikelo (Sumba barat daya)                      Rp.   48.000

makan siang (tur waikelo)                                                                           Rp.   13.000

logistik di Waikelo                                                                                         Rp.   62.000

tiket ferry KMP.Cakalang (Waikelo – Sape)                                          Rp.   60.000

logistik di kapal           Ferry KMP.Cakalang                                           Rp.   16.000

tiket ferry KMP.Cakalang (Sape- Labuan bajo)                                    Rp.   30.000

logistik di pelabuhan labuan bajo                                                             Rp.   10.000

makan padang (labuan bajo)                                                                      Rp.   29.000

penginapan mutiara labuan bajo (1 malam)                                          Rp. 100.000

logistik di labuan bajo                                                                                  Rp. 165.000

JUMLAH                                                                                                            Rp.1.332.000

sharing cost rental motor (2 hari)                                                              Rp.  108.000

biaya penginapan di waerebo                                                                    Rp.   325.000

sharing cost biaya penyambutan di waerebo                                          Rp.     17.000

sharing cost biaya guide di waerebo                                                        Rp.   166.000

makan padang di labuan bajo                                                                    Rp.     30.000

makan di labuan bajo                                                                                  Rp.     20.000

makan malam di pantai ujung, labuan bajo                                        Rp.     42.000

logistik labuan bajo                                                                                    Rp.     20.000

makan di pantai ujung (nasi goreng)                                                   Rp.     15.000

tiket kapal KM.Binaiya (labuan bajo-Makassar)                             Rp.   180.000

sharing cost sewa kapal tur komodo                                                     Rp.   317.000

retribusi masuk TN.Komodo                                                                  Rp.     33.000

makan + logistik                                                                                        Rp.     32.500

JUMLAH                                                                                                       Rp.1.305.500

TOTAL                                                                                                                                    Rp.2.637.500